Kemajuan Pengobatan AIDS
Sejak fenomena HIV/AIDS merasuki realita kehidupan masyarakat, seluruh pihak yang berkompeten langsung cancut taliwondo, bekerja keras mencari pemecahannya. Di kalangan dokter dan ahli farmasi gencar melakukan penelitian ilmiah agar segera menemukan obat HIV/AIDS.
Tidak ketinggalan para tabib dan ahli obat-obatan tradisional. Mereka pun mencari dan meramu bahan-bahan obat tradisional. Siapa tahu cara ini bisa manjur untuk memerangi HIV/AIDS.
Hasilnya?
Kita memang masih harus menunggu. Tidak perlu bosan, walau harus menunggu entah untuk berapa lama. Namun setidaknya, dari upaya keras mereka sudah ada gejala ke arah diketemukannya obat HIV/AIDS.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Peduli AIDS (PDPA) Dr Samsuridjal Djauzi, perkembangan dalam pengobatan HIV/AIDS sudah berjalan cukup menggembirakan.
Sejak para dokter di California, USA, (1981) mendapatkan pasien sejumlah anak-anak muda yang menderita Pneumonia yang ternyata sulit diobati hingga menimbulkan kematian, mereka segera melakukan penelitian secara intensif mengenai penyakit aneh itu. Dalam waktu 3 tahun, penyebabnya sudah diketahui yakni Human Immune Virus (HIV).
Penemuan penyebab AIDS (Acquired Immune Defenciency Syndrome) ini memakan waktu relative singkat, dibanding saat menemukan virus Hepatitis C yang memerlukan waktu 30 tahun.
Setahun kemudian industri farmasi berhasil membuat reagen untuk tes HIV. Menurut Samsuridjal, pada tahun 1985 tes semacam ini bisa dilakukan di Indonesia. Tidak hanya itu, penemuan obat untuk replikasi virus HIV juga cepat berkat penelitian yang intensif.
Samsuridjal yang berbicara dalam diskusi dengan pers berkaitan dengan HUT 25 tahun Roche Indonesia dan menyambut Hari AIDS Sedunia beberapa waktu lalu juga mengungkapkan obat-obat tersebut, misalnya AZT (Gla-xo, 1987), ddl/Videx (Bristol Myers Squibb, 1994), ddc/HIVID (Roche,1992), d4T/Ze-rit (Bristol Myers Squibb, 1994), Saquinavir/invirase (Roche,1995), 3TC (Glaxo-Wellcome, 1995), Indinavir/Crixivan (MSD,1996), Ritonavir (Abbot,1996), dan Nevira-pine/Viramune (Boehringer Ingelhiem, 1996). Obat-obat ini hampir semua telah tersedia di Indonesia, kecuali d4T dan Nevirapine.
Menurut Samsuridjal, pada tahun 1995 publikasi mengenai hasil pengobatan kombinasi RTI dan PI semakin banyak dan harapan penyembuhan AIDS mulai timbul.
Untuk penentuan perjalanan penyakit infeksi HIV memang memerlukan CD4 dan Viral Load. Namun, tidak perlu mencemaskan itu, sebab pemeriksaan CD4 telah lama dapat dilakukan di Indonesia, sekitar 10 tahun yang lalu.
Sedangkan pemeriksaan Viral Load HIV yang mulai popular pada tahun 1995 telah dapat dilakukan di Indonesia tahun ini. Jadi sebenarnya, diagnosis dan terapi AIDS di negeri ini sudah dapat dilaksanakan seperti yang dilakukan di Negara-negara maju.
Samsuridjal juga bersikap sama dengan masyarakat dunia umumnya, bahwa pengobatan tradisional hingga kini belum diakui mampu menyembuhkan HIV/AIDS, seperti meningkatkan nafsu makan dan mengurangi rasa nyeri… bersambung…(Awi Wiyono, tulisan ini dimuat di Harian Ekonomi Neraca, 28 Oktober 1997).
Tulisan saya ini berhasil menjadi juara pertama dalam Lomba Penulisan Artikel bertema Terobosan Penelitian dan Pengembangan Roche dalam Pengobatan AIDS yang digelar pada 27 Februari 1998 di Jakarta. Dewan juri Lomba Penulisan Artikel ini adalah Dr Sjamsuridjal Djauzi (Yayasan Pelita Ilmu), Marah Sakti Siregar (PWI Jaya), dan dr Syafrizal Muluk (PT Roche Indonesia). Saya mendapat hadiah uang tunai Rp7.000.000,
Ayo Menulis...!
Tulisan Anda
bisa juga juara.
Ikuti tips & strateginya,
klik banner di bawah ini:
Tulisan Anda
bisa juga juara.
Ikuti tips & strateginya,
klik banner di bawah ini:
Jika Anda bepikir bisa,
Anda bisa menjadi penulis hebat!
Anda bisa menjadi penulis hebat!
0 comments:
Post a Comment