Tidak Akan Ada Perubahan
Hubungan Indonesia-Australia sering diwarnai peristiwa-peristiwa yang cukup mendapat sorotan khalayak. Peristiwa pembelotan tiga pemain sepak bola dari Dili di Australia beberapa waktu lalu masih hangat dalam ingatan kita. Semua masalah tadi dapat diselesaikan dengan terbuka sehingga hubungan yang telah berjalan baik tidak terganggu.
Tetapi atas peristiwa 12 November 1991 di Dili, mampukah kedua belah pihak menyelesaikannya dengan tidak merusak keakraban selama ini?
Tentu saja ini bergantung kepiawaian para pemimpin dalam mengambil kebijaksanaan untuk memecahkan masalah ini.
Mengacu pada hubungan yang terjalin selama ini, Indonesia-Australia tetap akan menjaga keakraban yang telah mereka ciptakan. Memang tidak mudah dan pasti akan menemui kendala-kendala, baik dari warga masyarakat sendiri maupun dari pihak-pihak tertentu yang menginginkan kehancuran Negara Indonesia ataupun Australia.
Kedua Negara juga semakin diikat berkembangnya kesamaan interes dalam politik luar negeri. Hubungan ekonomi dan perdagangan yang bagus akan memberikan dsar yang kuat bagi hubungan politik antar pemerintah. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya persetujuan pajak ganda yang dicapai Indonesia-Australia serta Perjanjian Celah Timur.
Wilayah baru dalam hubungan kedua pemerintahan juga terjadi pada medan multirateral. Kedua pemerintahan merasakan problem yang sama pada kebijaksanaan luar negerinya, terutama mengenai perdagangan internasional. Indonesia maupun Australia sama-sama menerapkan kebijakan proteksionisme di masa lalu. Sekarang, dengan semakin besarnya perubahan dalam perkembangan ekonomi dunia, keduanya berusaha meliberalkan rezim perdagangan internasionalnya.
Kedua Negara semakin membutuhkan tempat sebagai pemasaran barang barang-barang manufakturnya, seperti tekstil, pakaian, footwear. Juga sebagai lahan ekspor hasil-hasil pertanian. Semua itu bertujuan saling melengkapi dan mencukupi bila salah satu di antaranya tidak mempunyai produktivitas.
Melihat sudah serasinya hubungan Indonesia-Australia, sungguh sangat disayangkan bila pada pasca peristiwa Dili akan memunculkan persepsi yang berbeda-beda pula. Berbagai pendapat bersimpang siur. Sebab, kebanyakan orang yang berpendapat itu melihat secara subjektif. Apalagi kalau acuan yang dipakai menggunakan data-data yang tidak mempunyai validitas tinggi, hal itu akan memperburuk suasana.
Akhirnya,bila itu menjadi satu pendapat dalam masyarakat, yang biasa disebut pendapat umum, ini mengakibatkan keretakan hubungan karena tindakan agresif pada masyarakat.
Perlu diketahui bahwa kekuatan yang mampu memaksa suatu pemerintah agar berdamai atau tidak adalah kekuatan pendapat umum. Citra pendapat umum itu sebagai suatu kekuatan pemersatu dan pengarah yang mampu menolak setiap kepentingan yang ada atau pandangan yang bertentangan.
Memang pendapat umum dapat dimanipulasikan setiap saat oleh kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang diletakan secara strategis.
Maka, kegiatan lobbying yang dilakukan secara terus-menerus akan merupakan kekuatan yang luar biasa, tetapi juga merupakan suatu yang peka bagi kasak kusuk (machination) kelompok-kelompok yang mempunyai pengaruh khusus. Bila sudah terjadi demikian, dapat dipastikan bagaimana sikap umum terhadap peristiwa yang terkait.
Mereka akan menuntut pemutusan hubungan. Apalagi keadaan sudah termanipulasi oleh kelompok yang anti terhadap pemerintah yang berkuasa, kekacauanlah yang akan terjadi.
Dengan kerangkan acuan seperti itulah Indonesia-Australia harus bersikap ekstra hati-hati dan membuat keputusan sebijaksana mungkin.
Bila kita amati, pada umumny orang yang mempunyai perhatian terhadap hubungan internasional adalah sekelompok kecil minoritas dari rakyat nasional.
Sehingga, stabilitas dalam pendapat dan sikap umum merupakan hasil kolektif stabilitas structural perorangan. Dalam hubungan Indonesia-Australia pasca peristiwa Dili, kedua pemerintah harus turun tangan memanipulasi pendapat umum. Dengan demikian, tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hubungan yang terjalin serasi akan tetap berlangsung. (Awi Wiyono/Jawa Pos,20 Desember 1991).
Mengacu pada hubungan yang terjalin selama ini, Indonesia-Australia tetap akan menjaga keakraban yang telah mereka ciptakan. Memang tidak mudah dan pasti akan menemui kendala-kendala, baik dari warga masyarakat sendiri maupun dari pihak-pihak tertentu yang menginginkan kehancuran Negara Indonesia ataupun Australia.
Kedua Negara juga semakin diikat berkembangnya kesamaan interes dalam politik luar negeri. Hubungan ekonomi dan perdagangan yang bagus akan memberikan dsar yang kuat bagi hubungan politik antar pemerintah. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya persetujuan pajak ganda yang dicapai Indonesia-Australia serta Perjanjian Celah Timur.
Wilayah baru dalam hubungan kedua pemerintahan juga terjadi pada medan multirateral. Kedua pemerintahan merasakan problem yang sama pada kebijaksanaan luar negerinya, terutama mengenai perdagangan internasional. Indonesia maupun Australia sama-sama menerapkan kebijakan proteksionisme di masa lalu. Sekarang, dengan semakin besarnya perubahan dalam perkembangan ekonomi dunia, keduanya berusaha meliberalkan rezim perdagangan internasionalnya.
Kedua Negara semakin membutuhkan tempat sebagai pemasaran barang barang-barang manufakturnya, seperti tekstil, pakaian, footwear. Juga sebagai lahan ekspor hasil-hasil pertanian. Semua itu bertujuan saling melengkapi dan mencukupi bila salah satu di antaranya tidak mempunyai produktivitas.
Melihat sudah serasinya hubungan Indonesia-Australia, sungguh sangat disayangkan bila pada pasca peristiwa Dili akan memunculkan persepsi yang berbeda-beda pula. Berbagai pendapat bersimpang siur. Sebab, kebanyakan orang yang berpendapat itu melihat secara subjektif. Apalagi kalau acuan yang dipakai menggunakan data-data yang tidak mempunyai validitas tinggi, hal itu akan memperburuk suasana.
Akhirnya,bila itu menjadi satu pendapat dalam masyarakat, yang biasa disebut pendapat umum, ini mengakibatkan keretakan hubungan karena tindakan agresif pada masyarakat.
Perlu diketahui bahwa kekuatan yang mampu memaksa suatu pemerintah agar berdamai atau tidak adalah kekuatan pendapat umum. Citra pendapat umum itu sebagai suatu kekuatan pemersatu dan pengarah yang mampu menolak setiap kepentingan yang ada atau pandangan yang bertentangan.
Memang pendapat umum dapat dimanipulasikan setiap saat oleh kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang diletakan secara strategis.
Maka, kegiatan lobbying yang dilakukan secara terus-menerus akan merupakan kekuatan yang luar biasa, tetapi juga merupakan suatu yang peka bagi kasak kusuk (machination) kelompok-kelompok yang mempunyai pengaruh khusus. Bila sudah terjadi demikian, dapat dipastikan bagaimana sikap umum terhadap peristiwa yang terkait.
Mereka akan menuntut pemutusan hubungan. Apalagi keadaan sudah termanipulasi oleh kelompok yang anti terhadap pemerintah yang berkuasa, kekacauanlah yang akan terjadi.
Dengan kerangkan acuan seperti itulah Indonesia-Australia harus bersikap ekstra hati-hati dan membuat keputusan sebijaksana mungkin.
Bila kita amati, pada umumny orang yang mempunyai perhatian terhadap hubungan internasional adalah sekelompok kecil minoritas dari rakyat nasional.
Sehingga, stabilitas dalam pendapat dan sikap umum merupakan hasil kolektif stabilitas structural perorangan. Dalam hubungan Indonesia-Australia pasca peristiwa Dili, kedua pemerintah harus turun tangan memanipulasi pendapat umum. Dengan demikian, tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Hubungan yang terjalin serasi akan tetap berlangsung. (Awi Wiyono/Jawa Pos,20 Desember 1991).
0 comments:
Post a Comment