Memberdayakan Petani Siwalan



Perdagangan Siwalan di Rembang, Jawa Tengah, selalu marak selama bulan Ramadan. Mayoritas pedagang Siwalan mengalami peningkatan omset penjualan secara signifikan.

Menurut pengakuan beberapa petani/penjual Legen di Kecamatan Sulang, dalam sehari mereka bisa menjual Legen lebih dari 20 botol berukuran 1 liter. Harga sebotol Rp4000, sehingga dalam sehari mengantongi keuntungan sebesar Rp80.000 atau sebulan Rp2,4juta.

Pendapatan itu masih ditambah laba dari hasil penjualan buah dan gula Siwalan. Mereka menjual buah Siwalan dengan harga Rp4000 per sepuluh biji dan gula Siwalan dihargai Rp10.000/Kg.

Melonjaknya omset penjualan ini karena meningkatnya permintaan Legen Siwalan oleh mayoritas Umat Islam Rembang. Setiap hari mereka membeli Legen, karena minuman nira dari pelapah buah Siwalan ini menjadi minuman utama untuk berbuka puasa.

Legen yang manis rasanya ini memang baik untuk sumber energi, karena bisa cepat memulihkan tenaga yang terkuras setelah seharian beraktivitas seraya menahan lapar dan dahaga. Legen juga bisa untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit Maag.

Bisa Maju

Sekilas pendapatan petani/penjual Siwalan tersebut terlihat menggiurkan. Namun pertanyaannya, bagaimana kinerja mereka di luar bulan Ramadan? Mayoritas menjawab, biasa saja! Maksudnya, omset dari penjualan Legen tidak sebagus saat bulan suci ini. Sehari mereka hanya bisa menjual sekitar 6 botol. Harganya pun bisa jauh lebih rendah dari Rp4000.

Pantas saja, kerja para petani/penjual Siwalan ini terlihat seperti usaha sampingan. Keberadaan Siwalan dan produk turunannya seakan hanya menjadi pemanis di bulan Ramadan. Legen dan buah Siwalan hanya berfungsi sebagai takjil yang hilang kala bulan Ramadan usai.

Padahal, jika budi daya Siwalan dilakukan dengan lebih serius, tidak mustahil hidup mereka bisa jauh lebih maju dan sejahtera, sebab Siwalan memiliki potensi ekonomi yang besar.

Sudah saatnya masyarakat Rembang mengangkat potensi ekonomi Siwalan. Keberadaan Siwalan dan produk-produk turunanya tidak seharusnya hanya marak saat bulan Ramadan, tetapi juga harus bisa booming di hari-hari biasa.

Salah satu cara untuk mengangkat potensi Siwalan adalah dengan mengembangkan agroindustri Siwalan. Kolaborasi peran pemerintah, pengusaha, dan petani bisa merealisasikan harapan indah ini.

Optimisme tersebut bukan tanpa dasar. Banyak faktor yang memungkinkan agroindustri Siwalan berkembang di Rembang. Faktor alam sangat menunjang bagi ketersediaan bahan baku. Iklim yang kering dengan curah hujan rata-rata 63-117 hari/tahun, sangat kondusif untuk pembudidayaan Siwalan (Borassus flabellifer).

Rembang juga memiliki lahan luas untuk menanam pohon Siwalan yang sering juga disebut pohon Lontar ini. Menurut data Dinas Perkebunan Rembang yang pernah dikutip Suara Merdeka, setidaknya ada lahan seluas 3.100 hektar yang bisa digunakan untuk menanam Siwalan.

Lahan tersebut menyebar di beberapa kecamatan, diantaranya di Kecamatan Rembang, Sulang, Sumber, dan Kaliori. Sayangnya, baru sebagian kecil dari luas lahan itu yang sudah dimanfaatkan untuk menanam pohon Siwalan.

Dari data Dinas Perkebunan terungkap, total areal tanaman Siwalan di Kabupaten Rembang baru mencapai 565 hektar. Di lahan ini tumbuh sekitar 67.172 pohon Siwalan. Jumlah produksi buahnya baru mencapai sekitar 1.292.800 gelondong/tahun dan Legen sekitar 13.672.100 liter/tahun. Legen sebanyak itu bisa digunakan untuk membuat gula Siwalan (sejenis gula Merah) 996.300 kg/tahun, dengan asumsi rata-rata rendemen gula 20%.

Berarti, masih ada lahan seluas 2.539 hektar yang bisa digunakan untuk menanam Siwalan. Optimalisasi penggunaan lahan ini penting untuk melipatgandakan hasil produksi Siwalan yang sekarang.

Rembang juga memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mencukupi. Petani Siwalan yang berjumlah 2.964 orang bisa menjadi modal awal untuk mengembangkan agroindustri Siwalan.

Kewajiban pemerintah adalah menggerakkan tenaga ahli untuk terus membina para petani agar mampu membudidayakan Siwalan yang hasilnya sesuai dengan kebutuhan industri, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Maksudnya, hasil kinerja petani harus mampu menjaga ketersediaan Siwalan untuk mengatasi hambatan musim, sehingga bisa menjamin kontinuitas produksi agroindustri Siwalan. Sementara kualitas Siwalan diperlukan agar hasil produksi agroindustri mampu bersaing di pasar lokal maupun internasional.

Selanjutnya, pemerintah harus mengundang dan membuka jalan bagi masuknya investor dan pengusaha yang memiliki kompetensi terhadap pengolahan hasil perkebunan Siwalan.

Tugas dari pengusaha adalah membuat pabrik pengolahan yang bertujuan mengubah Siwalan menjadi produk yang mudah diangkut, tahan lama, dan diterima konsumen.

Akhirnya, bukan mustahil bila nantinya Siwalan berubah menjadi aneka produk kemasan, baik berupa makanan maupun minuman ringan. Pangsa pasarnya pun bisa lintas daerah bahkan negara. (Awi Wiyono, Citizen Journalist),

0 comments:

Post a Comment