Optimalisasi Perpustakaan Digital



Perpustakaan digital menjadi salah satu icon modernitas. Daerah yang giat membangun citra modern, pasti membuat perpustakaan digital. Mereka menyulap perpustakaan kovensional menjadi perpustakaan yang menggunakan komputer, internet, intranet, dan teknologi informasi lainnya, untuk menjalankan menajemen pelayanan, pencarian, penciptaan, dan penyimpanan data-data informasi dan pengetahuan.

Salah satu daerah yang bergairah membangun citra modern adalah Kabupaten Rembang. Termotivasi memiliki kota metropolis, pemerintah daerah penghasil garam ini melengkapi Perpustakaan Umum Daerah dengan perpustakaan digital (digital library). Hebatnya, digitalisasi perpustakaan ini menjadi yang pertama di Jawa Tengah, sehingga sering menjadi rujukan daerah lain untuk menirunya.

Perpustakaan Digital Rembang diresmikan pada Agustus 2008. Perpustakaan ini menggunakan teknologi Ganesha Digital Library (GDL) dari Institut Teknologi Bandung (ITB), serta mengoleksi 7.450 data digital. Koleksi ini terdiri dari 500 buku non free, 500 buku free, 1000 makalah akademik, 5000 tutorial bebas, 250 peraturan perundang-undangan, 100 jurnal, dan 100 majalah. Untuk mengakses data-data digital ini, disediakan 12 komputer yang terjalin dengan jaringan internet.

Ada 10 pegawai yang bertugas di perpustakaan yang berlokasi di Kompleks Taman Rekreasi Pantai Kartini ini. Seorang petugas cukup mumpuni dalam pengoperasian dan perawatan jaringan komputer dan internet. Sayang, tidak seorang pun dari mereka yang berlatarbelakang pustakawan.

Perpustakaan digital Rembang melayani pengunjung umum secara gratis mulai dari jam 7.30-16.00 WIB. Ada rencana, pengelola akan memperpanjang waktu pelayanan hingga malam hari.

Murah

Membuat perpustakaan digital sebenarnya wajar saja di era sekarang. Selain mudah, biayanya murah. Seorang petugas Perpustakaan Digital Rembang mengakui, digitalisasi perpustakaan tidak membutuhkan dana besar.

Pakar Teknologi Informasi (Information technology/IT) Onno W. Purbo pernah memaparkan keefisienan perpustakaan digital untuk me-manage informasi dan pengetahuan. Melalui buku berjudul Filosofi Naif Kehidupan Dunia Cyber Onno menjelaskan, perpustakaan digital secara sederhana terdiri dari sebuah server Web yang menjalankan aplikasi untuk memanajemeni dokumen. Program server Web yang banyak digunakan adalah Apache yang merupakan public domain yang dapat diperoleh secara gratis di Internet.

Untuk menjalankan manajemen dokumen/buku elektronik dibutuhkan program basis data, biasanya menggunakan MySQL yang bisa diperoleh gratis dari Internet. Bagi pengguna Linux baik Apache maupun MySQL, biasanya sudah tersedia secara gratis di CD distribusi Linux.

Semua program gratisan itu kemudian dipadu dengan program untuk berinteraksi antara pengguna, pustakawan, mesin Web, dan basis data. Salah satu jenis program ini adalah GDL yang dikembangkan oleh Knowledge Management Research Group (KMRG) di ITB kmrg@kmrg.itb.ac.id.

Program GDL bisa untuk membangun perpustakaan digital dan jaringan antar perpustakaan untuk membentuk knowledge infrastructure. GDL ini pun dilepas gratis ke public domain, sehingga setiap orang dapat meng-copy program dan source code-nya.

Optimalisasi

Namun dalam prakteknya ternyata tidak mudah dan murah. Operasionalisasi perpustakaan digital sering terhambat karena kekurangan dana. Sebagai contoh kasus, pelaksanaan Perpustakaan Digital Rembang. Selain belum ada pengelola yang profesional, kekurangan dana operasional masih menjadi alasan utama buruknya pelayanan perpustakaan digital ini.

Selama beberapa bulan mengamati pelayanan Perpustakaan Digital Rembang, saya belum merasakan budaya virtual mendominasi sistem pelayanan. Sistem kerja perpustakaan konvensional masih menjiwa dalam aktivitas keseharian perpustakaan digital ini.

Minimnya budaya virtual ini berkorelasi erat dengan belum optimalnya digitalisasi perpustakaan. Hampir setiap hari terjadi gangguan teknis. Jaringan komputer dan internet tidak berjalan baik. Selain lambat, jaringan internet sering ngadat. Pernah dalam beberapa bulan jaringan internet terputus karena ada perangkat vital yang rusak.

Ironisnya, petugas teknis tidak bisa segera memperbaiki karena tidak ada anggaran, meski dana yang dibutuhkan kecil. Gangguan teknis ini mengakibatkan ketidaknyamanan pengguna perpustakaan digital. Mereka tidak bisa cepat mengakses data-data digital yang dibutuhkan.

Kekecewaan ini memicu penurunan jumlah pengunjung perpustakaan. Awalnya kehadiran perpustakaan digital berhasil memikat masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan. Sejak jaringan internet sering terganggu, jumlah pengunjung menurun drastis. Menurut data di buku tamu, jumlah pengunjung tinggal sekitar 50 orang setiap hari. Minimnya jumlah pengunjung perpustakaan ini bisa menjadi masalah serius karena membahayakan program mencerdaskan bangsa.

Untuk itu, pemerintah setempat harus segera melakukan optimalisasi fungsi perpustakaan digital. Caranya dengan meningkatkan alokasi dana rutin sehingga cukup untuk operasionalisasi perpustakaan digital selama setahun.

Selain itu, segera melakukan rekruitmen pustakawan untuk membenahi manajemen perpustakaan, sehingga perpustakaan digital kembali berfungsi ideal, yakni untuk mencerdaskan masyarakat, bukan sekedar untuk asesoris keindahan kota. (Awi Wiyono, Pecinta Perpustakaan, Pegiat Citizen Journalism.)

0 comments:

Post a Comment